Tuesday, June 15, 2010

Krisis Deepwater Horizon dan Indonesia


Kasus minyak tumpah di Teluk Meksiko sampai saat ini bahkan belum teratasi dengan sempurna. Kejadian ini bahkan membuat Presiden AS, Barack Obama, menunda kunjungannya ke Indonesia.

Kasus ini bermula dengan adanya kecelakaan yang terjadi pada anjungan pengeboran minyak Deepwater Horizon, milik Tansocean yang disewa oleh BP, meledak pada 20 April 2010. Kebakaran yang terjadi bahkan merenggut 11 orang.

Setelah kebakaran selama 36 jam, pengeboran minyak ini pun tenggelam pada 22 April 2010.Hal yang terjadi selanjutnya adalah bocornya minyak mentah dari pipa pengeboran. Diperkirakan 20 juta galon minyak mentah telah mengalir tanpa dapat diperiksa ke dalam Teluk Meksico. Pengeboran minyak mentah ini sendiri memiliki kapasitas hingga 5.000 barel per hari.

Tumpahan minyak kali ini merupakan terburuk yang pernah terjadi di AS.

Tumpahan itu telah mengancam lingkungan hidup pantai yang rentan dan memaksa National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menutup penangkapan ikan komersial dan hiburan di perairan yang erpengaruh minyak di Teluk Meksiko setidaknya selama 10 hari.

Pemerintah AS pun memberikan "tamparan" ke BP berupa tagihan sebesa US$ 69,09 juta. Tagihan yang dikeluarkan merupakan tagihan untuk membayar semua biaya yang berkaitan dengan tumpahan minyak BP/Horizon Deepwater.

Tansocean sendiri merupakan perusahaan terbesar di dunia untuk urusan pengeboran lepas pantai. Sedangkan British Petroleum merupakan salah satu peusahaan minyak terbesar di dunia. Bahkan gelar perusahaan terbesar di dunia yang berurusan dengan minyak belum mampu membuat untuk mencegah terjadinya tumpahan minyak ke lautan.

Indonesia
Di AS terdapat UU yang mengatur tentang tumpaha minyak, yaitu Undang - Undang Pencemaran Minyak Tahun 1990 yang mulai berlaku setelah bencana minyak Exxon Valdez di Alaska, membuat raksasa minyak itu bertanggung jawab atas biaya pembersihan akibat dari tumpahan. Maka di Indonesia Undang- Undang Nomer 23 Tahun 1997 yang digunakan sebagai landasan untuk memperkarakan kasus tumpahan minyak.

Terdapat 2 kasus tumpahan minyak yang terjadi di Indonesia belakangan ini, yaitu yang terjadi di akhir Mei 2010 dan yang terjadi pada Agustus 2009.

Pada bulan Agustus 2009, ladang minyak Montana di wilayah Australia telah menyebabkan minyak tumpah hingga wilayah Indonesia. Bahkan tumpahan minyak yang terjadi telah mencapai Pulau Rote.

Hal yang disayangkan adalah tumpahan minyak tersebut melalui Laut Timor, dimana pada wilayah tersebut terdapat area yang dinamakan Coral Triangle. Bahkan daerah tumpahan tersebut dekat dengan kawasan lindung laut terbesar di Indonesia, yaitu Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu.

Untuk kasus yang terjadi pada Mei 2010, tumpahan minyak tersebut sampai saat ini belum sampai di Indonesia, namun telah terjadi di Selat Singapura oleh kapal tanker MV Bunga Kelana III.

Akan tetapi tumpahan minyak yang benar-benar terjadi di wilayah Indonesia terjadi pada bulan April 2009 di Gresik. Dimana Hess merupakan perusahan yang bertanggungjawab atas kejadian ini. Akan tetapi tumpahan yang terjadi tidak berskala besar dan dapat diselesaikan oleh manajemen Hess sendiri.

Masih teringat kasus Lumpur Lapindo (Lumpur Sidoarjo). Dimana kasus ini bahkan dianggap sebagai bencana alam, bukan kesalahan dari PT Lapindo Brantas. Selain itu PT Newmont Nusa Tenggara, tentang kasus pencemaran timbal.

Melihat karakteristik kedua kasus yang serupa, yaitu berhubungan dengan pencemaran lingkungan, maka diragukan jika terjadi kasus tumpahan minyak maka pemerintah mampu bertindak tegas terhadapa pelakunya.

Menjadi penting bagi pemerintah Indonesia untuk tegas dalam emnindak pencemaran lingkungan, baik oleh perusahan asing maupun lokal, skala besar maupun kecil. Tidak hanya menyuruh perusahaan tersebut membersihkannya, tetapi juga menanggung biaya yang dari akibat yang terjadi. Baik biaya "tangible" maupun "intangible".

No comments:

Post a Comment