Tuesday, June 15, 2010

Sekilas Tentang Krisis Yunani

Ekonomi Yunani saat ini sedang berada di ujung tanduk. Krisis di Yunani juga membuat Uni Eropa menjadi menjadi tidak setangguh yang diduga.

Sembilan tahun lalu Yunani diterima sebagai anggota Uni Eropa. Skala perekonomian yang kecil dianggap oleh sebagian orang akan membawa masalah untuk Uni Eropa karena tidak sebanding dengan negara-negara Eropa lainnya yang masuk Uni Eropa.

Defisit APBN Yunani tahun lalu sebesar 12.7%. Kekhawatiran pada pasar obligasi tentang rencana Yunani untuk mengatasinya menjadi serangan hebat. Pada bulan Januari 2010 yield obligasi 10 tahun mencapai 7.1%, angka tertinggi selama Yunani menjadi anggota Uni Eropa dan empat persen lebih tinggi daripada yield obligasi Jerman yang dianggap teraman di Eropa. Sedangkan total utangnya adalah 112.6% dari GDP dan diperkirakan oleh akan naik hingga 130.1% dari GDP.

European Commission memaksa Yunani agar defisit tahun 2012 mencapai 3% dan target defisit pada pertengahan Maret menjadi 8.7%.

Masalah krisis ini di khawatirkan membuat pemerintah Yunani tidak mampu membiayai ulang obligasi sekitar sebesar €20 milyar atau setara dengan US$ 27 milyar yang jatuh tempo pada bulan April dan Mei. Maka hal yang selanjutnya dapat terjadi adalah Yunani menjadi gagal bayar (default).
Gagal bayar Yunani tentu saja akan membuat kepercayaan pasar terhadap negara-negara Euro lainnya untuk membayar utangnya turun. Beberapa negara yang dianggap berpeluang gagal bayar lainnya adalah Spanyol Portugal, dan Irlandia.

Pemerintah Yunani sendiri telah melakukan beberapa hal untuk mengurangi defisit APBN. Pengurangan public spending merupakan salah satunya. Kenaikan pajak bahan bakar, alkohol dan rokok, pengurangan upah dan tunjangan untuk pegawai negeri, dan kenaikan batas pensiun dari 58 tahun menjadi 65 tahun untuk laki-laki dan perempuan.

Akan tetapi yang dilakukan oleh pemerintah Yunani ini tentu saja kurang memberikan dampak yang signifikan, walaupun dapat dianggap sebagai niat baik Yunani untuk merubah kondisi perekonomiannya. Maka opsi lainnya adalah meminjam dana.

Opsi peminjaman dana dapat dilakukan melalui dua badan, yaitu European Commission dan IMF. Akan tetapi masalah tidak selesai begitu saja.

Jika European Commission memberikan bantuan kepada Yunani maka negara lainnya akan meminta bantuannya juga. Hal ini dikarenakan banyak negara lainnya yang memiliki jumlah utang yang sangat besar juga. Padahal jika tidak ditolong, maka efek yang akan terjadi adalah mernajalr ke negara-negara lainnya.
Opsi lainnya adalah meminjam kepada IMF. Meminjam kepada IMF tentu saja mepertaruhkan nama Uni Eropa. Uni Eropa selama ini dianggap sebagai wilayah yang well established. Meminta bantuan kepada IMF berarti menunjukan kelemahan dari Euro yang dianggap sebagai tameng untuk menghadapai krisis.
European Commission Summit pada tanggal 22- 23 Maret di Brussles memutukan bahwa penyelamatan Yunani akan dilakukan dengan meminta bantuan dari IMF.

Bentuk bantuan tersebut merupakan gabungan antara dana dari European Commission dan IMF. Dana yang diberikan menurut sumber berkisar antara € 20 – 22 milyar atau setara dengan US$ 27 – 29 milyar. Nilai ini hampir setara dengan jumlah yang harus dibayar oleh pemerintah Yunani untuk melunasi obligasinya.
Pelajaran yang dapat dipetik dari krisis Yunani adalah pentingnya pengelolaaan utang. Kasus Yunani menjadi berbahaya, karena jika terjadi gagal bayar (default) maka akan menghilangkan kepercayaan investor dan perbankan. Hal ini akan menjadi bencana karena populasi Yunani sendiri hanya 11 juta orang. Kecilnya skala ekonomi dalam negeri akan membuat posisi gagal bayar menjadi sangat berpengaruh terhadap perekonomian.

Pengelolaan utang di Indonesia sendiri sudah baik. Dengan posisi jumlah utang kita adalah 28% dibandingkan dengan PDB pada tahun 2009. Padahal pada tahun 2001 posisi utang Indonesia adalah 77% dari PDB. Walau jumlah utang terjadi kenaikan 38%, namun PDB kita meningkat hingga hampir 3.5 kali lipat dari tahun 2001 ke 2009. Defisit APBN kita pun sangat kecil. Pada tahun 2009 defisit kita 2.4 % dan pada 2010 diperkirakan sebesar 1.6%. Berbeda jauh dengan yang terjadi pada Yunani. Bahkan terdapat UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara yang membatasi defisit nasional maksimal 3% dari PDB.

OJK dan JPSK. Kpaan Mau Beres Sih??


Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dan Ototitas Jasa Keuangan (OJK) merupakan UU yang dianggap wajib disahkan pada tahun ini. Namun masih terdapat kekhawatiran terhadap kedua UU ini.

RUU JPSK
RUU JPSK merupakan RUU yang menjadi masalah pokok Century.

RUU JPSK bermula dari keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 4 tahun 2008 yang dikeluarkan oleh pemerintah pada 15 Oktober 2008. Ruang lingkup Perppu ini hanya meliputi tindakan pencegahan dan penanganan krisis.

Tindakan pencegahan dan penanganan krisis sendiri meliputi penanganan kesulitan likuiditas dan masalah sovabilitas bank yang berdampak sistemik, dan penanganan kesulitan likuiditas dan masalah solvabiltas lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang berdampak sistemik.

Perppu ini sempat dibahas oleh DPR untuk menjadi UU. Namun ditolak 3 fraksi DPR pada tahun 18 Desember 2008, yaitu Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan FPPP.

Belum terdapat keputusan secara jelas bahwa Perppu No 4 tahun 2008 ini ditolak atau tidak oleh DPR pada tahun 2008. Namun Perppu ini terbengkalai akibat adanya Pemilu pada 2009. Sehingga pembahasannya pun tertunda hingga tahun 2009.

Pada tahun 2009, DPR sudah dipenuhi oleh wajah-wajah baru. Hal inilah yang membuat pengambilan keputusan oleh DPR menjadi tidak jelas. Karena DPR saat ini tidak mengetahui tentang asal usul dan urgensi RUU ini.

Pemerintah dan DPR pun mengalami perbedaan pendapat tentang penolakan RUU JPSK ini. Jika pemerintah menganggap bahwa penolakan RUU ini dilakukan pada 30 September 2009, maka DPR menganggap bahwa penolakan RUU ini terjadi pada 18 Desember 2008.

Pemerintah (SBY) pun sampai mengirimkan surat dua kali kepada DPR, yaitu pada 11 Desember 2009 dan 7 April 2010. Penyampaian surat ini dilakukan agar RUU ini dibahas kembali. Namun surat presiden yang pertama itu pun ditolak.

Pentingnya UU JPSK sangat dirasakan oleh Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia. Dengan adanya UU ini, maka proses penanganan krisis di perbankan akan menjadi lebih terarah dan jelas. Walaupun terdapat hal yang menjadi kontroversial dalam RUU ini, yaitu bahwa Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan/atau pihak yang melaksanakan tugasnya sesuai Perppu No. 4 tahun 2008 tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan.

RUU OJK
RUU ini lebih tujukan bagi fungsi pengawasan dan pengaturan. Adanya OJK sesuai dengan pasal 34 UU Nomor 3 tahun 2004. Tenggat yang diberikan untuk diadakannya OJK adalah 31 Desember. Maka pemerintah baru mulai sibuk pada 2010 ini untuk membahas tentang OJK.

Fungsi pengaturan dipegang oleh dewan komisioner OJK, yang merupakan dewan tertinggi dalam lembaga keuangan baru tersebut. Di bawah dewan komisioner tersebut nantinya ada sejumlah pengawas independen, seperti yang dimiliki Bapepam-LK saat ini, seperti pengawas pasar modal dan pengawas perbankan.

Walaupun independen, pengawas tersebut akan diawasi langsung oleh dewan pengawas. Sementara itu, berdasarkan amanat pasal 34 Undang-Undang Nomor 3/2004 tentang BI, bank sentral itu hanya sebagai otoritas moneter.

Menurut survey yang dilakukan oleh Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), 41,27 persen responden menyatakan tak setuju pengawasan perbankan diserahkan kepada lembaga pengawasan terpisah, seperti OJK, sementara 39,68 persen setuju.

Akan tetapi kekhawatiran oleh bankir tentang RUU OJK ini adalah karena mereka takut bahwa orang yang mengawasi tidak mengerti masalah perbankan. Sehingga para bankir lebih memilih Bank Indonesia sebagai pengawas.

Pihak yang setuju terhadap adanya OJK adalah karena Bank Indonesia dirasakan kurang mengerti kebutuhan perbankan saat ini. Sehingga diperlukannya badan baru yang hanya mengurusi tenntang pengawasan terhadap perbankan.

Akan tetapi perlu pembagian tugas dan koordinasi yang jelas pula pada OJK dan Bank Indonesia. Karena sifatnya yang hampir bersinggungan.

selain itu jika telah beroperasional nanti, maka beban operasional badan OJK ini akan ditanggung dalam APBN. Sehingga akan menambah beban APBN. Padahal program pengawasan di Bank Indonesia sendiri pada tahun 2010 mengeluarkan biaya Rp.1,7 triliun yang diambil dari dana Bank Indonesia sendiri.

Bahkan direncanakan OJK akan mengambil premi terhadap jasa keungan. Hal ini tentu saja akan menambah biaya bagi operasional bank.

And The Champion Of World Cup is Money!!


Piala Dunia 2010 sedang berlangsung. Keuntungan yang didapat dari bisnis sekitar ini pun nilainya fantastis.

Jika berbicara tentang piala dunia, maka tentu saja tidak lepas dari keuntungan yang bisa didapatkan melalui acara 4 tahunan ini.

Keuntungan yang diramalkan hanya untuk FIFA saja dinilai bahkan dapat mencapai US$ 4 milyar. Belum termasuk bagian yang akan didapatkan oleh Afrika Selatan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2010.

Banyak sekali sumber keuntungan yang bisa didapatkan, namun hanya beberapa yang paling jelas nampak dari penyelanggaraan acara ini, yaitu royalti siaran, tiket, judi, serta pariwisata.

Melalui royalti siaran saja, FIFA diperkirakan telah mendapatkan dana sebesar US$2,5 milyar.

Beberapa contoh dari hak siar adalah stasiun televisi Asian ESPN Network di India. Stasiun televisi ini membayar US$40 juta untuk hak siar Piala Dunia di wilayah Asia Selatan. Diperkirakan terdapat 125 juta orang India yang akan menonton turnamen ini.

Di belahan dunia lainnya, stasiun televisi Special Broadcasting Service (SBS) berhasil memenangkan hak siar televisi, media online, dan radio untuk wilayah Australia. SBS diyakini telah memetik keuntungan sebesa AUS$ 20 juta dari sponsor-sponsor yang ada.

Untuk di Indonesia sendiri, hak siar didapatkan oleh Electronic City Entertainment (ECE). Kemudian dari ECE, RCTI dan Global TV mendapatkan hak siarnya.

Harga yang harus dikeluarkan oleh kedua stasiun televisi lokal itu tidak diketahui karena adanya perjanjian dengan FIFA. Akan tetapi, sebagai perbandingan, pada Piala DUnia 2006 lalu SCTV mesti mengeluarkan dana US$ 10 juta atau setara dengan Rp 90 miliar saat itu.

Penjualan tiket merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari penyenggaraan suatu turnamen. Dengan harga rata-rata US$ 200, maka jika seluruh tiket terjual maka pendapatan dari tiket adalah US$ 717 juta.

Bahkan hingga saat ini penjualan untuk pembukaan dan penutupan telah mencapai 97 persen.

Walaupun tidak sebanding dengan pendapatan melalui hak siar namun pendapatan ini cukup signifikan menambah pendapatan Afrika Selatan.

Acara olahraga tidak lengkap tanpa judi. Perputaran uang untuk judi di seluruh dunia pun jumlahnya sangat besar.

Mengambil contoh di Cina, minggun Titan Sports melaporkan bahwa pada Piala Dunia 2006, masyarakat Cina menghabiskan US$ 73 miliar pada judi online. NIlai ini sebesar dua persen dari PDB Cina waktu itu. Bahkan hal ini belum memasukkan judi bawah tanah atau sering disebut ilegal.

Malaysia, negara tetangga kita, diperkirakan pasar taruhannya mencapai US$ 6,2 miliar.

Sektor pariwisata Afrika Selatan merupakan sektor yang akan menjadi sektor yang paling diuntungkan dengan adanya Piala Dunia ini.

Menteri Pariwisata Marthinus van Schalkwyk mengatakan, dampak Piala Dunia terhadap pariwisata sudah mulai terasa. Dimana industri pariwisata lokal telah mengungguli tren dunia pada 2009, dengan pertumbuhan 3,6% pada kedatangan luar negeri dan lebih dari 9,9 juta pendatang asing.

Para penggemar asing ini diharapkan untuk menghabiskan R8,8 miliar (US$1,16 miliar).

Walaupun pengeluaran Afrika Selatan untuk membiayai acara ini pun besar, namun total efek yang didapatkan untuk perekonomian Afrika Selatan cukup bagus. Karena dengan adanya penyelenggaran acara ini, maka terjadi stimulasi pada perekonomiannya. Bahkan diperkirakan efek dari Piala Dunia ini akan menambah pertumbuhan ekonomi Afrika Selatan sebsar 0,2 hingga 0,7 persen.

Selain itu 159.000 pekerjaan baru akan tercipta termasuk didalamnya pekerja penuh, paruh waktu, baik yang secara permanen maupun sementara.

British Petroleum Dalam Angka


Krisis tumpahan minyak oleh British Petroleum di Teluk Meksiko hingga saat ini masih belum terselesaikan. Dampak dari kejadian ini membuat laporan keuangan dan bisnis mereka ikut memburuk.

Tumpahan minyak yang terjadi setelah adanya ledakan pada 20 April 2010 ini menurut tim gabungan dari ilmuwan penjaga pantai AS, Departemen Energi AS, National Oceanic and Atmospheric Administration, Minerals Management Service, serta akademisi yang tidak bekerja untuk pemerintah mengeluarkan minyak sebanyak 25.000 hingga 30.000 barel per hari.

Kerugian yang timbul dari kejadian ini tidak hanya berpengaruh bagi British Petroleum (BP) sendiri sebagai kontraktor pelaksana pengeboran lepas pantai Deepwater Horizon dalam sisi keuangan, tetapi juga mengakibatkan kerusakan alam dan kesulitan masyarakat di teluk Meksiko yang bekerja sebagai nelayan. Bahkan BP sampai menyewa nelayan setempat untuk membantu membersihkan tumpahan minyak ini.

Pada 24 Mei, pemerintah federal menyatakan adanya bencana penangkapan ikan di Alabama, Louisiana, dan Mississipi. Kerugian yang ditanggung oleh industri perikanan diperkirakan mencapai US$2,5 miliar.

Walaupun BP juga telah mengeluarkan block grant kepada 3 daerah tersebut. Block grant yang diberikan sebesar US$25 juta kepada masing-masing daerah. Block grant ini diberikan pada tanggal 10 Juni 2010. Block grant kali ini merupakan yang kedua setelah sebelumnya dikeluarkan pada 5 Mei 2010 sebesar US$25 juta kepada Florida dan US$15 juta kepada Alabama dan Louisiana. Akan tetapi besarnya dana yang diberikan belum mampu memnggantikan kerugian yang terjadi.

Selain industri perikanan, pariwisata juga menderita kerugian. Besarnya kerugian ini diperkirakan mencapai US$ 3

Dana yang dikeluarkan untuk membersihkan minyak sampai saat ini oleh BP sebesar US$ 1,5 miliar.

Jaksa Agung Florida Bill McCollum telah menyurati manajemen BP hari Kamis (10/06/2010). Dalam suratnya itu, McCollum meminta perusahaan minyak Inggris itu mendepositokan dana sebesar Rp2,5 miliar dolar AS untuk membayar ganti rugi akibat bencana tumpahan minyak ini.

Dana yang dikeluarkan pun semakin banyak seiring dengan lama tumpahan minyak ini berhasil dibersihkan. Seorang analis, Jumat(11/06/2010), memperkirakan total dana yang harus dikeluarkan BP untuk membayar ongkos pembersihan tumpahan minyaknya itu mencapai 3 - 6 miliar dolar AS. Bahkan menurut Willis Group Holdings, kerugian yang dicapai sebesar US$30 miliar.

Dari sisi keuangan, analis dari Citigroup, Mark Fletcher, menaikkan risiko peringkatnya terhadap BP dari medium ke tinggi. Hal itu didasarkan pada perkiraannya bahwa BP maksimal akan menurunkan nilai sahamnya hingga US$ 40 miliar.

"Kami menyadari bahwa sedikit kepastian ataupun definisi seputar biaya untuk penanganan tumpahan minyak tersebut kepada pemegang saham BP. Biaya dan beban yang ditanggung masih belum jelas, namun kami telah melakukan penyesuaian hingga 4 kali lipat yang kami yakini merupakan biaya paling masuk akal," ujar Fletcher seperti dikutip dari Forbes, Jumat (11/6/2010).

Fletcher juga mencatat kondisi keuangan BP masih sangat bagus. Saat ini total utang bersih BP diprediksi mencapai US$ 25 miliar, dengan underlying asset sekitar US$ 130 miliar tidak termasuk kontribusi dari AS.

Ia juga memperkirakan BP berhasil meraup cashflow hingga US4 40 miliar per tahun pada 2011-2013.

Selain dari sisi laporan keuangan dan biaya yang harus dikeluarkan, kejadian ini menyebabkan harga saham BP anjlok.

JIka sebelum terjadi tumpahan minyak harga sahamnya berkisar pada US$ 60, maka pada penutupan akhir minggu lalu berada pada US$33.94.

Harga saham ini bahkan sempat mencapai titik terendah, yaitu US$22,16 pada hari Kamis minggu lalu. Terendah dalam 14 tahun terkahir.

Penurunan ini telah mempengaruhi saham-saham lainnya terutama saham energi di Dow Jones pada hari Kamis (10/06/2010).

Kemerosotan saham BP terus berlanjut hingga perdagangan di Eropa. Di Bursa London, saham BP sempat anjlok ke 330 pence sebelum akhirnya membaik ke 372,4% atau turun 4,87% dibandingkan penutupan sebelumnya. Namun pada perdagangan Kamis (10/6/2010) di bursa Wall Street, saham BP Plc yang sempat terpuruk tajam akhirnya rebound 12,3%.

Krisis Deepwater Horizon dan Indonesia


Kasus minyak tumpah di Teluk Meksiko sampai saat ini bahkan belum teratasi dengan sempurna. Kejadian ini bahkan membuat Presiden AS, Barack Obama, menunda kunjungannya ke Indonesia.

Kasus ini bermula dengan adanya kecelakaan yang terjadi pada anjungan pengeboran minyak Deepwater Horizon, milik Tansocean yang disewa oleh BP, meledak pada 20 April 2010. Kebakaran yang terjadi bahkan merenggut 11 orang.

Setelah kebakaran selama 36 jam, pengeboran minyak ini pun tenggelam pada 22 April 2010.Hal yang terjadi selanjutnya adalah bocornya minyak mentah dari pipa pengeboran. Diperkirakan 20 juta galon minyak mentah telah mengalir tanpa dapat diperiksa ke dalam Teluk Meksico. Pengeboran minyak mentah ini sendiri memiliki kapasitas hingga 5.000 barel per hari.

Tumpahan minyak kali ini merupakan terburuk yang pernah terjadi di AS.

Tumpahan itu telah mengancam lingkungan hidup pantai yang rentan dan memaksa National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menutup penangkapan ikan komersial dan hiburan di perairan yang erpengaruh minyak di Teluk Meksiko setidaknya selama 10 hari.

Pemerintah AS pun memberikan "tamparan" ke BP berupa tagihan sebesa US$ 69,09 juta. Tagihan yang dikeluarkan merupakan tagihan untuk membayar semua biaya yang berkaitan dengan tumpahan minyak BP/Horizon Deepwater.

Tansocean sendiri merupakan perusahaan terbesar di dunia untuk urusan pengeboran lepas pantai. Sedangkan British Petroleum merupakan salah satu peusahaan minyak terbesar di dunia. Bahkan gelar perusahaan terbesar di dunia yang berurusan dengan minyak belum mampu membuat untuk mencegah terjadinya tumpahan minyak ke lautan.

Indonesia
Di AS terdapat UU yang mengatur tentang tumpaha minyak, yaitu Undang - Undang Pencemaran Minyak Tahun 1990 yang mulai berlaku setelah bencana minyak Exxon Valdez di Alaska, membuat raksasa minyak itu bertanggung jawab atas biaya pembersihan akibat dari tumpahan. Maka di Indonesia Undang- Undang Nomer 23 Tahun 1997 yang digunakan sebagai landasan untuk memperkarakan kasus tumpahan minyak.

Terdapat 2 kasus tumpahan minyak yang terjadi di Indonesia belakangan ini, yaitu yang terjadi di akhir Mei 2010 dan yang terjadi pada Agustus 2009.

Pada bulan Agustus 2009, ladang minyak Montana di wilayah Australia telah menyebabkan minyak tumpah hingga wilayah Indonesia. Bahkan tumpahan minyak yang terjadi telah mencapai Pulau Rote.

Hal yang disayangkan adalah tumpahan minyak tersebut melalui Laut Timor, dimana pada wilayah tersebut terdapat area yang dinamakan Coral Triangle. Bahkan daerah tumpahan tersebut dekat dengan kawasan lindung laut terbesar di Indonesia, yaitu Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu.

Untuk kasus yang terjadi pada Mei 2010, tumpahan minyak tersebut sampai saat ini belum sampai di Indonesia, namun telah terjadi di Selat Singapura oleh kapal tanker MV Bunga Kelana III.

Akan tetapi tumpahan minyak yang benar-benar terjadi di wilayah Indonesia terjadi pada bulan April 2009 di Gresik. Dimana Hess merupakan perusahan yang bertanggungjawab atas kejadian ini. Akan tetapi tumpahan yang terjadi tidak berskala besar dan dapat diselesaikan oleh manajemen Hess sendiri.

Masih teringat kasus Lumpur Lapindo (Lumpur Sidoarjo). Dimana kasus ini bahkan dianggap sebagai bencana alam, bukan kesalahan dari PT Lapindo Brantas. Selain itu PT Newmont Nusa Tenggara, tentang kasus pencemaran timbal.

Melihat karakteristik kedua kasus yang serupa, yaitu berhubungan dengan pencemaran lingkungan, maka diragukan jika terjadi kasus tumpahan minyak maka pemerintah mampu bertindak tegas terhadapa pelakunya.

Menjadi penting bagi pemerintah Indonesia untuk tegas dalam emnindak pencemaran lingkungan, baik oleh perusahan asing maupun lokal, skala besar maupun kecil. Tidak hanya menyuruh perusahaan tersebut membersihkannya, tetapi juga menanggung biaya yang dari akibat yang terjadi. Baik biaya "tangible" maupun "intangible".

Go Green!!


Program Go Green mulai banyak dikembangkan oleh perusahaan di Indonesia. Walau di Indonesia sendiri belum ada peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk melakukannya.

Dalam pidatonya di Pittsurgh pada Desember 2009, SBY mengatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 26% pada 2020. Komitmen ini tentu saja merupakan perkembangan positif dari keinginan Indonesia untuk menjalankan program Go Green.

Program Go Green/Eco Friendly direspon secara meluas oleh masyarakat Indonesia, terutama perusahaan. Bentuk dari program ini untuk perusahaan dapat berupa “Corporate Social Responsibilities” (CSR) maupun dalam bentuk produk yang dihasilkan. Beberapa perusahaan besar yang mulai melakukan program Go Green adalah Pertamina, Panasonic, Toyota, Danamon, Telkom dll.

Beberapa contoh dari program CSR yang telah dilakukan adalah program dari Toyota yang melakukan penanaman pohon, serta pelatihan bagaimana membuat tempat Biopori dan daur ulang sampah untuk daerah Bekasi serta Telkom sudah aktif menanam pohon lebih 6.000 pohon lebih untuk mensukseskan Batam Green & Clean di beberapa lokasi sejak 2008 hingga 2009.

Selain dari program CSR, produk yang dihasilkan pun mulai berlabel Go Green. Produk TV VIEra keluaran Panasonic yang dianggap ramah lingkungan karena dilengkapi dengan tempat penyimpanan daya dengan masa pakai panel 100.000 jam, RoHS Compliance, dan penyimpanaan energi dalam Mode Eco dan user-friendly dengan tekstur yang menarik mata. Perusahaan Adidas pun mulai mengikuti program ini, yaitu dengan mengeluarkan produk-produk yang mengunakan bahan daur ulang hingga bahan organik.

Komitmen dari pemerintah pun semakin terlihat ketika menteri perindustrian MS Hidayat mengatakan bahwa pemerintah berencana perusahaan yang ramah lingkungan akan mendapat insentif fiskal. Tahun ini, ada 15 perusahaan yang masuk nominator industri hijau yang terbagi dalam tiga kategori yaitu industri kecil dan menengah (IKM), industri besar dan perusahaan BUMN. pemenangnya, untuk kategori IKM adalah PT Eka Nindya Karsa, untuk kategori ndustri besar PT Holcim Indonesia, dan untuk kategori BUMN PT Pupuk Kalimantan Timur. Hidayat menambahkan,program penghargaan bagi industri hijau ini merupakan kesepakatan dari Asia productivity Organization (APO).

Jika masyarakat, perusahaan, serta pemerintah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon hingga 26% pada 2020, maka bukan tidak mungkin bahwa komitmen SBY itu akan dapat terlaksana walau waktu yang tersedia cukup terbatas.

High Cost Economy dan Politik Indonesia

Politik di Indonesia erat hubungannya dengan ekonomi. Bahkan gejala High Cost Economy (ekonomi biaya tinggi) merupakan efek dari kentalnya pengaruh politik.

Bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa uang pelicin merupakan hal yang diwajibkan jika ingin bisnis berjalan lancar. Hal ini bahkan membuat Indoneia mendapat peringkat kedua terburuk se Asia dalam sisi efisiensi pelayanan masyarakat dan iklim investasi asing menurut Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Survei yang diadakan pada awal 2010 itu melibatkan 1.373 eksekutif ekspatriat pada level menengah dan senior.

Singapura menduduki peringkat pertama dalam survey tersebut dengan skor 2.53, menyusul Hong Kong di peringkat kedua dengan skor 3,49. Singapura dan Hong Kong juga menduduki peringkat pertama dan ketiga secara global dalam survei teranyar Bank Dunia dalam hal kemudahan menjalankan bisnis (The Ease of Doing Business). Survei oleh Bank Dunia itu dilakukan kepada 183 ekonom.

Berdasarkan peringkat daya saing pun, Indonesia tidak berubah dari posisi 54-55 dalam 2 tahun terakhir. Hanya sedikit di atas Vietnam dan Philipina.

Faktor Politik
Banyak hal-hal yang membuat politik menjadi salah satu faktor utama tingginya high cost economy di Indonesia.

Mengambil contoh terakhir adalah tentang Dana Aspirasi. Dana aspirasi diajukan pertama kali oleh Fraksi GOlkar. Besarnya dana yang diminta adalah Rp 15 milyar untuk masing-masing daerah pemilihan.

Fraksi Golkar berpendapat bahwa dana aspirasi akan memberikan beberapa manfaat, yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan pembangunan dan percepatan turunnya dana pembangunan ke daerah yang selama ini dirasakan masih kurang memuaskan.

Maka bukan menjadi tidak mungkin ketidakefisienan pemakaian dana aspirasi ini akan terjadi. Bahka pemkaiannya akan bersifat manipulatif, ungkap Peneliti Kebijakan Publik Universitas Islam Indonesia Mahmudi.

Jika dana aspirasi ini benar terjadi, maka duit yang dikeluarkan lebih dari Rp 8,4 triliun. Perhitungan Rp 8,4 triliun didapatkan dengan mengkalikan 560 orang anggota DPR dikalikan dengan Rp15 miliar.

Jumlah yang cukup untuk membangun dan memperbaiki sekolah untuk daerah pedesaan sehingga dapat memperbaiki kualitas SDM kita. Jumlah tersebut juga dapat dianggarkan untuk pembangunan infrastruktur sehingga dapat lebih meningkatkan efisiensi perekonomian.

Bahkan dana aspirasi ini bersifat tidak berimbang. Pulau Jawa dengan perwakilan yang terbanyak di DPR akan mendapt dana yang lebih banyak. Padahal yang memerlukan dana ini adalah masyarakat dari luar Pulau Jawa.

Proyek Single Identity Number (SIN) pun bernilai sekitar Rp 6 triliun. Padahal SIN lebih dibutuhkan daripada dana aspirasi.

Proyek pengadaan laptop bagi anggota DPR, mobil pemerintah seharga lebih dari Rp 1 triliun, pembangunan gedung baru untuk DPR dan banyak proyek lainnya yang dapat dianggap pemborosan.

Ini hanya dari faktor pemborosan uang negara, belum lagi sikap setiap propinsi yang merasa bagai raja kecil yang hanya akan meninggikan biaya ekonomi karena banyaknya jalur dan birokrasi yang harus dilewati untuk mendapatkan ijin.

Otonomi daerah lebih bermakna pemerataan korupsi daripada pemerataan pembangunan.Hal ini dapat dilihat dari wawancara Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Pusat, Suradji.

Dia mengatakan bahwa Wilayah atau kabupaten pemekaran di Indonesia menjadi salah satu daerah rawan korupsi mengingat daerah itu memliki keterbatasan sumber daya manusia dan belum adanya pedoman atau sistem yang baik.

Buku berjudul Korupsi di Daerah: Kesaksian, Pengalaman, dan Pengakuan yang ditulis Hadi Supeno ini secara umum seolah memberikan jawaban atas kebenaran sinyalemen di atas. Buku ini memaparkan kesaksian, pengalaman, dan pengakuan penulisnya yang mantan birokrat di daerah tentang bagaimana, siapa, dan mengapa praktik dan perilaku korupsi dapat begitu mewabah dan marak di daerah, khususnya pada era otonomi daerah.

Maka jangan salahkan keengganan orang asing untuk berinvestasi akibat tingginya biaya yang diperlukan. Seperti diungkapkan ekonom Imam Sugema bahwa high cost ekonomy kerap membuat investor enggan menanamkan modalnya. Ini antara lain meliputi, birokrasi yang lambat serta tingkat korupsi yang kerap membayangi sistem birokrasi pemerintah.

Perbandingan yang terkenal akibat ketidakefisienan adalah harga jeruk Medan lebih mahal daripada jeruk Cina. Hal ini tentu saja harus dikaji kembali. Jangan sampai politik sangat menyetir perekonomian kita. Karena ekonomi adalah menyangkut hajat hidup orang banyak.

Capital Control Indonesia


Capital control diwacanakan oleh Bank Indonesia untuk diberlakukan di Indonesia untuk dapat menahan laju masuknya dana dari asing. Pendapat antara kalangan pemerintah dan pengusaha mengenai akibat dari kebijakan ini pun memiliki sudut pro kontra.

Bank Indonesia (BI) sendiri pernah melakukan capital control pada tahun 2008. Pada saat itu kondisi perekonomian dunia sedang guncang akibat adanya krisis yang dimulai dari Amerika.

Kebijakan BI pada waktu itu bertujuan untuk mengatur keseimbangan permintaan dan pasokan di pasar valuta asing, mengurangi tekanan yang berlebihan terhadap nilai tukar rupiah, dan meminimalkan tujuan pembelian valuta asing yang bersifat spekulatif.

Kebijakan BI tersebut adalah berupa ketentuan mengenai pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada bank, namun lebih dikhususkan untuk pembelian diatas USD 100.000. Ini merupakan salah satu kebijakan BI yang tidak begitu mengikat terhadap capital control.

Jika melihat pada sisi pemerintah, maka kebijakan capital control merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan pada masa krisis.

Capital outflow merupakan hal yang sering terjadi ketika adanya krisis. Jika terjadi capital outflow, tentu saja hal ini akan membuat pasar saham goyah dan nilai tukar memburuk. Jika terjadi keadaan dimana nilai tukar tidak stabil, maka hal ini akan mengganggu kinerja ekspor impor.

Kebijakan capital control merupakan hal yang sayangnya tidak dilakukan pada masa Soeharto. Hingga akhirnya hal ini membuat Indonesia mengalami krisis 1998.

Pada waktu itu karena Indonesia tidak memberlakukan capital control, maka pihak asing dapat melakukan tindakan spekulatif terhadap perekonomian kita. Spekulasi inilah yang membuat nilai tukar Rupiah terhadap US dolar hingga mencapai 17.000.
Walaupun pada saat itu krisis ini didukung pula oleh kebijakan perbankan (BI) yang tidak ketat dalam menerapkan peraturan.

Kebijakan capital control menguat ketika Rupiah dalam 3 hari mampu turun hingga Rp.300. Disaat yang sama IHSG kita bahkan saat ini mencapai angka 2500an. Padahal akhir bulan lalu masih berada pada angka diatas 2800.

Penurunan IHSG ini disebabkan oeh dua hal, yaitu turunnya Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan dan Krisis Yunani yang mulai merambah ke Portugal dan Spanyol.

Sebagai contoh dalam pelaksanaan capital control adalah Taiwan melarang investor asing masuk ke rekening deposito. Tujuannya, menghalangi spekulasi atas nilai tukar yang dapat menghambat kinerja ekspor. Negara lain, seperti Brasil, di Oktober 2009 menolak penerimaan pajak dari pembelian saham dan obligasi oleh investor asing. Ini demi menahan apresiasi yang berlebihan di sistem finansial mereka.

Saat ini valuasi pasar saham negara-negara Asia sudah mahal dengan price earning ratio (PER) sudah lebih tinggi dari rata-rata lima tahun, sehingga risiko penurunan makin besar. Terbukti, indeks MSCI, indeks saham-saham utama Asia Pasifik di luar Jepang turun hingga 6% tahun ini, setelah naik hingga 70% di tahun 2009. Imbal hasil obligasi Asia di pasar juga akan tumbuh double digit di 2010. Tapi, risiko anjloknya juga tinggi, seiring makin kuatnya tekanan inflasi di sistem ekonomi.

Cukup banyak penelitian yang menunjukkan bahwa capital control tidak memiliki hubungan dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini diteliti pada negara-negara berkembang yang sifatnya hampir serupa dengan Indonesia.

Bahkan yang banyak terjadi adalah financial liberalization justru akan membuat pertumbuhan ekonomi suatu negara akan meningkat.

Dukungan bagi adanya capital control pada jangka pendek adalah agar tidak terjadi volatilitas yang besar dan akan membuat kebijakan suku bunga menjadi lebih independen. Untuk mengatasi masalah volatilitas ini Dornbusch menyarankan agar digunakan dua sistem nilai tukar.

Sedangkan pihak yang sebaliknya mengatakan bahwa banyaknya aliran dana yang masuk menandakan bahwa nilai tukar dan tingkat suku bunga berada di luar batas kewajaran. Selain itu, kita tidak dapat membedakan manakah aliran dana yang bersifat sementara dengan jangka panjang. Maka penerapan kontrol terhadap dana masuk jangka pendek dapat membuat dana untuk jangka panjang menjadi keluar.